Pendahuluan
Digitalisasi menandai perubahan
zaman di dua dekade terakhir. Prosesnya hampir terjadi di segala bidang
kehidupan, tidak terkecuali pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
di negara kita Indonesia. Digitalisasi yang digaungkan oleh pemerintah selaku
pemegang kebijakan diinisiasi untuk mengakhiri pelbagai permasalahan yang timbul
akibat rumitnya penyelesaian secara tradisional atau manual.
Media sosial menjadi bagian tak
terlepaskan dari digitalisasi telah menjadi bagian yang melekat dengan
kehidupan sehari-sehari. Ketergantungan terhadap media sosial bisa dikatakan
sudah menjadi ketergantungan bagi masyarakat Indonesia khususnya, waktu luang
banyak dihabiskan untuk sekedar berselancar di media sosial.
Menurut databoks.katadata.co.id.
yang dilansir oleh website RRI pada tanggal 29 Mei 2024
(https://www.rri.co.id/iptek/721570), data penggunaan media sosial tahun 2024
berjumlah total 191 juta pengguna (73,7% dari populasi), pengguna aktif sebanyak 167 juta pengguna (64,3% dari
populasi).
Dalam data tersebut juga di jelaskan
bahwa platform media sosial terpopuler; Youtube sebanyak 139 juta
pengguna (53,8% dari populasi), Instagram sebanyak 122 juta
pengguna (47,3% dari populasi), Facebook sebanyak 118 juta
pengguna (45,9% dari populasi), Whatsapp sebanyak 116 juta pengguna
(45,2% dari populasi) dan Tiktok sebanyak 89 juta pengguna (34,7%
dari populasi)
Sementara dari segi umur sendiri,
pengguna media sosial didominasi oleh usia 18-34 tahun (54,1%), dengan jenis
kelamin perempuan (51,3%) sementara laki-laki (48,7%). Frekuensi penggunaan
masyarakat indonesia rata-rata menghabiskan 3 jam 14 menit per hari dan 81%
mengaksesnya setiap hari.
Media sosial juga dapat menjadi
prototype baru dalam memahami dan mengamalkan nasionalisme, yang tidak hanya
soal revolusi, perang angkat senjata, atau hal-hal simbolik belaka, tetapi juga
dapat menjadi alternatif medium penguatan nasionalisme, khususnya bagi
anak-anak muda. Media sosial juga dapat membangkitkan semangat nasionalisme
melalui konstruksi teks media, yang dapat memiliki kekuatan efektif dalam
membangkitkan semangat nasionalisme ketika martabat dan kedaulatan bangsa ini
terganggu oleh pihak lain. (Media Sosial dan Penguatan Nasionalisme Dalam Tren
dan Implikasinya di Era Digital, Naila dkk, 2024).
Hubungannya dengan pengembangan
kecintaan terhadap tanah air dan kebudayaan, dalam tulisan ini, penulis akan memberikan
strategi dan solusi yang dapat diterapkan di kalangan generasi muda di era
digital. Adapun manfaat yang akan di bagikan adalah untuk meningkatkan
kesadaran dan pemahaman terhadap nilai-nilai budaya lokal, meningkatkan rasa
bangga dan identitas nasional, serta melindungi kebudayaan dari kepunahan.
Strategi Optimalisasi Digitalisasi dalam Meningkatkan Nasionalisme pada Generasi Muda di Era Digital
Sebelum penulis memaparkan strategi
yang dapat digunakan dalam mengembangkan kecintaan terhadap tanah Air dan
Budaya, penulis memulai pembahasan dari hambatan-hambatan yang ditemui dalam meningkatkan
nasionalisme generasi muda di era digital.
Pertama, maraknya budaya asing.
Budaya asing yang populer di kalangan anak muda dapat mengurangi ketertarikan
mereka terhadap budaya lokal. Dominasi budaya luar ini seringkali membuat
budaya lokal tampak kuno atau kurang menarik. Oleh karena itu, dibutuhkan upaya
untuk mengemas budaya lokal dengan cara yang lebih menarik dan relevan bagi
generasi muda.
Kedua, tantangan infrastruktur. Di
beberapa daerah, akses internet yang belum merata menjadi hambatan bagi
masyarakat untuk mengakses konten digital terkait budaya lokal. Hal ini
mempengaruhi upaya untuk mempopulerkan budaya melalui platform digital.
Setelah kita mengetahui hambatannya,
penulis melanjutkan pada rancangan strategi yang bisa dilakukan dalam rangka
pengembangan kecintaan pada Tanah air dan budaya di era digital.
Media sosial seperti Instagram,
YouTube, dan TikTok menjadi sarana efektif untuk memperkenalkan dan
mempopulerkan budaya lokal kepada generasi muda. Banyak konten creator yang interes
mengemas budaya lokal dalam bentuk yang menarik, seperti video singkat tentang
kuliner tradisional, tarian daerah, dan bahasa daerah. Misalnya, konten video
yang memperlihatkan keindahan alam Indonesia atau tutorial singkat mengenai
pakaian adat dari berbagai daerah dapat memancing ketertarikan generasi muda
untuk mengeksplorasi lebih dalam.
Selain melaui media social, Virtual
Reality (VR) dan Augmented Reality (AR) memungkinkan pengguna untuk mengalami
budaya secara interaktif. VR dapat membawa pengguna ke situs-situs bersejarah,
museum, atau cagar budaya tanpa harus meninggalkan rumah. Pengalaman interaktif
ini memberi kesempatan bagi mereka yang tidak dapat berkunjung langsung untuk
merasakan dan memahami sejarah dan budaya Indonesia.
Permainan digital atau game edukatif
yang memasukkan elemen budaya lokal dapat menjadi sarana efektif untuk
mengembangkan kecintaan terhadap budaya. Misalnya, permainan yang mengangkat
cerita rakyat, tokoh-tokoh pahlawan, atau karakter dari mitologi Indonesia bisa
menarik minat generasi muda sekaligus memberikan edukasi.
Kecintaan terhadap budaya dan tanah
air juga dapat ditanamkan melalui platform pendidikan online yang menyajikan
konten-konten budaya dalam bentuk kursus atau modul. Platform ini bisa
dikembangkan lebih lanjut dengan kerja sama antara pemerintah, sekolah, dan
perguruan tinggi untuk mengintegrasikan materi budaya dalam pembelajaran
formal. Misalnya, program pembelajaran daring tentang musik tradisional, seni
rupa, atau sejarah nasional bisa menjadi salah satu cara yang efektif untuk
memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang kekayaan budaya lokal.
Solusi dan Rekomendasi
Penulis melihat ada beberapa Solusi
yang bisa dilakukan dalam rangka menghadapi hambatan dan mengoptimalkan
digitaliasi.
Pertama, kemitraan dengan Pihak
Swasta dan pemerintah: Kerja sama dengan perusahaan teknologi dan pemerintah
dapat membantu menyediakan platform atau aplikasi yang berfokus pada budaya
lokal. Contohnya, aplikasi yang memungkinkan pengguna mempelajari bahasa daerah
atau fitur AR yang memberikan informasi tentang situs-situs bersejarah.
Kedua, program pendidikan budaya
yang inovatif: Mengintegrasikan materi budaya dalam kurikulum pendidikan di
sekolah dan universitas dengan metode yang interaktif, seperti belajar budaya
melalui game, video, atau proyek kelompok yang melibatkan penggunaan teknologi
digital.
Pelatihan untuk Konten Kreator:
Memberikan pelatihan kepada konten kreator lokal agar mampu mengemas budaya
Indonesia dengan cara yang menarik dan relevan bagi audiens masa kini. Konten
kreator ini bisa menjadi duta budaya yang mempromosikan budaya lokal melalui
media digital.
Kesimpulan
Mengembangkan kecintaan terhadap
budaya dan tanah air di era digital memerlukan pendekatan yang adaptif dan
kreatif. Dengan memanfaatkan teknologi digital, budaya lokal dapat
diperkenalkan dan dipopulerkan dengan cara yang menarik bagi generasi muda. Hanya
dengan langkah-langkah konkret dan kerja sama dari berbagai pihak, kecintaan
terhadap budaya dan tanah air dapat tetap hidup dan menjadi bagian integral
dari identitas generasi muda di masa depan.
Daftar Pustaka
Untuk Lomba Karya Esai Madrasah Kementerian Agama
Oleh : Adinda Putri Shahvilla / Kelas XI E MAN 3 Majalengka
No comments:
Post a Comment